Wednesday, November 30, 2005

PUISI PUTUS CINTA

Sayap sayap sang pengantar pesan menutupi kesadaranku
Pelukannya seperti cengkeraman malam pada bumi,
Erat dan pasti.
Wajahnya yang berduka meneguhkan hatiku
Tapi tubuh dan jiwa ini tak mampu bertahan,
hanya mampu ditentramkan dalam keheningan

Saat kegelapan sepenuhnya melindungiku,
Aku tak lagi sadarkan diri.
Cahaya mata malam dilangit membenturkan aku pada kenyataan.
Saat Terbangun dan tersadar, Aku sendirian lagi.

Saat Satu persatu kunang kunang memadamkan kedipannya
Aku mulai melangkah, Sunyi tanpamu,
namun aku tahu harus terus melangkah....
Pergi sejauh jauhnya dari mu
dari kenangan akan cinta..

aku dikhianati dan tak ingin membalasnya padamu..
di langit, gemintang bersinar menantang gerimis yang turun

buat teman teman yang menangis
dan dikecewakan oleh sang kekasih.
Aku bersimpati pada kalian…

SUDIKAH KAMU, JELITA?

Dan disela sela puasa senyuman yang menyiksa
Aku biarkan diriku sejenak menikmati keteduhan pandanganmu
Menentramkan hati dan jiwa
Membenamkanku ke dalam kenangan manis yang memabukkan

Tapi hanya sekejap
Setelah itu sisa hariku akan kuhabiskan dalam penyesalan
Karena telah membuang buang zikirku yang khusuk
Untuk ditukar dengan memori akan pesonamu

Wahai, jelita
Sudikah kau tak berlalu dihadapanku?
Walau ku coba pejamkan mata dan tutup telinga
Godaan aroma tubuhmu membiusku
Dan saat itu Di sela sela puasaku pada dunia
Terpaksa kurelakan diriku menikmati teduh pandanganmu

Yang menenggelamkanku
Dalam…
Dalam..
Tenang..
Hening..
Sunyi..

Pulang aku ke kesunyian yang tak pernah kuperoleh
Bahkan dalam kontemplasiku yang paling dalam
wahai jelita, buat aku lupa pada kebutuhanku
dan lenakan aku dalam dahaga keinginan...