Wednesday, September 27, 2006

SENYATA KERETA

anak anak itu membersihkan lantai kereta dengan sebatang sapu patah
mereka menggosoknya dengan bagian bawah celananya
menyeret pantat, mengacungkan tangan ditengah padatnya penumpang
hitam wajahnya, tapi warna rambutnya tak lagi asli
aku bertaruh usai mengemis ia akan bergaya di tengah kawan kawannya

mendadak tulang keringku tertabrak kereta minuman
penjualnya meneriakkan dagangannya lewat mata, mulut, dan peluh didahinya
tak sempat lagi ia meminta maaf atau permisi
rejekinya harus dikejar berlari, tak cukup berjalan cepat
berat bebannya mengikuti dunia yang tak mau menanti

terdengar suara musik dangdut nyaring
diputar di radio tape sewaan mengiringi seorang gadis membawa keropak
usianya paling baru sebelas, tapi wajahnya sudah matang
sorot matanya tak lagi lembut dan bening
ditangannya terkulai seorang bayi yang tertidur
tetap tidur walau digendong sembarangan dan tertabrak-tabrak penumpang lain
aku merasa tidurnya tak wajar, usianya paling belum setahun
seperti anakku di rumah.

kesedihan, rasa tertekan menyerangku
ini seperti mimpi buruk yang berulang ulang dikepalaku
melihat begitu banyak kesengsaraan dan tak mampu berbuat apa-apa
kucoba tuk terbangun, tapi aku bahkan tak mampu bangkita dari dudukku
bahkan untuk memberikan ruang bagi seorang wanita hamil.

copet!
sebuah teriakan keras menhentak lamunanku
tak sadar aku meraba dompetku.
masih ada...
dan aku tahu pasti aku tak dialam mimpi
aku ada di kereta api


ini dunia nyata yang harus dihadapi dengan usaha
bukan basa basi janji atau rencana tak pasti
ini nyata, seperti tubuh fana kita